2024
Dengan Kompetisi, UPH Asah Problem Solving Skill Mahasiswa Di Bidang Green Industry.
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Pelita Harapan (UPH) Lippo Village berhasil meraih juara ke dua dalam kompetisi berskala nasional. Dalam kompetisi yang berfokus pada Green Industry ini para peserta dituntut melakukan industry exploration untuk mencari solusi nyata terhadap permasalahan yang dihadapi PT Intera Lestari Polimer (Enviplast) terkait sampah (wasted). Kompetisi ini merupakan bagian dari rangkaian program INSTINC (Inter-University Competition) yang berlangsung pada 26-29 Maret 2019 di UPH Lippo Village.
Setelah bersaing dengan universitas yang datang dari beragam daerah di Indonesia, pada babak final UPH berhasil meraih juara kedua, kemudian Universitas Indonesia di posisi pertama, dan Universitas Gadjah Mada di posisi ketiga.
Tim UPH yang terdiri dari Vincent Tiogana (Industrial Automation – 2016), Marcellina (Industrial Automation – 2016), dan Billy Viyanto (Industrial Management – 2016) ini membagikan pengalaman mereka khusunya dalam babak final, ‘industry exploration’.
Marcelina menjelaskan ia dan timnya harus melakukan tour keliling pabrik untuk menentukan masalah yang memerlukan solusi. Ia menjelaskan bahwa penentuan permasalahan tersebut harus sesuai dengan tema acara yaitu ‘Investing in Green’ dan berhubungan dengan Green Industry. Dalam case study tim UPH akhirnya menemukan adanya penumpukan sampah sisa produksi yang terjadi di Enviplast.
“Kami melihat di storage itu terlalu banyak menyimpan barang defect atau reject. Enviplast sendiri adalah perusahaan yang peduli dengan lingkungan dan berfokus pada Green Industry. Sehingga barang yang defect itu disimpan untuk tetap bisa digunakan nantinya. Karena Enviplast juga membuat kantong sesuai permintaan dan mementingkan quality, maka apabila terdapat ‘cacat’ pada produk, maka barang tersebut akan dipisahkan menjadi barang defect yang nantinya akan diproses untuk dapat digunakan kembali. Namun dalam proses tersebut memakan waktu, sehingga terjadi penumpukan limbah kantong tidak terpakai. Maka dari itu, kita berusaha memberikan solusi dengan poin utama mengusahakan agar barang defect lebih sedikit dengan perbaikan sistem quality control (QC) selama proses produksi kantong. Caranya adalah dengan pemasangan sensor di mesin produksinya supaya kalau misal ukuran kantong tersebut tidak sesuai standar, mesin akan langsung menyesuaikan agar ukuran kantong sesuai standar. Harapannya dengan QC yang ketat, kantong yang defect dapat terminimalisir.” ungkap Marcellina.
Melanjutkan cerita, Vincent mengaku kompetisi ini merupakan pengalaman pertama bagi mereka bertiga; sehingga tentu ada tantangan yang dihadapi khususnya dalam pengerjaan soal.
“Menurut kelompok kami, kesulitan itu ada bagi kita ketika mengerjakan soal-soal akademisi. Apalagi kalau lawannya itu universitas seperti UI, ITB, UGM, UBAYA, yang sudah banyak menemui beragam soal maka otomatis penjelasan dan jawaban mereka juga lebih dalam. Tapi terlepas dari semua itu, keunggulan kami adalah mengerjakan soal tipe seperti study case atau pertanyaan di babak post-game – yaitu tahapan sebelum babak final. Jadi karena kami kuat disitu maka itu yang jadi score penentu kemenangan kita.” ungkap Vincent.
Menurut ketiganya, mengikuti kompetisi seperti ini sangat bermanfaat dalam mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di perkuliahan. Hal ini terbukti dari bagaimana pelajaran yang mereka pelajari sangat membantu dalam mengerjakan soal-soal dalam kompetisi.
“Pelajaran di Teknik Industri UPH yang benar-benar membantu itu economy technic, seperti perhitungan biaya in the long run kalau misalnya ide kami di implementasikan. Terus kalau sehubungan dengan proses selama berkompetisi di babak final itu banyak mengenai automation, karena kami mengontrol defect itu dan menambahi perangkat elektronik lainnya. Dan kami mendapat pelajaran tersebut di UPH mengenai Sistem Kontrol Industri dan Sistem Robotika.” pungkas Marcellina.
Kompetisi ini diikuti oleh 16 tim yang terdiri dari tiga orang peserta prodi Teknik Industri dari delapan universitas di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Brawijaya, Universitas Dian Nuswantoro, Institut Teknologi Bandung, Universitas Surabaya, dan Universitas Islam Indonesia, diharapkan dapat mampu mendorong setiap peserta semakin aktif dan mampu mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan. Tidak hanya itu, bagi Himpunan Mahasiswa Teknik Industri sebagai penyelenggara kegiatan seperti ini menjadi sarana untuk menjalin relasi positif dengan mahasiswa Teknik Industri dari universitas lain di Indonesia. (pl)