2024
Rekonstruksi ‘Malin Kundang’ Menjadi ‘Nilam Kandung’ Tumbuhkan Nilai Positif Pada Anak.
Dr. Clara Evi Citraningtyas, dosen Fakultas Liberal Arts sekaligus penulis buku berhasil menuangkan rekonstruksi cerita daerah ‘Malin Kundang’ menjadi cerita ‘Nilam Kandung’ yang diangkat ke dalam sebuah konser musik berkolaborasi dengan program studi Music Therapy Conservatory of Music (CoM) UPH.
“Rekonstruksi cerita daerah ‘Malin Kundang’ menjadi ‘Nilam Kandung’ dari judulnya memang sebuah permainan kata. Jika cerita aslinya Malin dikutuk oleh ibunya maka di cerita ini saya membuat Nilam Kandung dimaafkan. Dasar pemikirannya adalah kita tidak ingin memupuk budaya “mata ganti mata” karena berdasarkan riset S3 saya, kebanyakan cerita rakyat Indonesia menggunakan prinsip itu, dan saat dibacakan pada anak-anak, efeknya kurang baik. Dengan cerita ini kita merekonstruksinya menjadi “mata ganti kasih”. Meskipun sang Ibu disakiti, ia tetap memaafkannya. Namun, Nilam tidak terlepas dari konsekuensi melupakan ibunya karena harta,” jelas Clara.
Menariknya, cerita ini diangkat ke dalam sebuah konser drama musikal yang ditujukan bagi publik terutama bagi orang yang berkebutuhan khusus. Tentunya bukan sekedar untuk menyampaikan ide cerita tetapi juga untuk memberi kesempatan kepada kepada anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat menikmati konser musik dengan nyaman dan menyenangkan.
Dr. Clara sendiri yang memang sudah membuat banyak cerita rekonstruksi dan telah menerbitkan bukunya, mengaku sangat bersyukur atas kesuksesan cerita rekonstruksi yang dibawakan dengan sangat baik dalam konser ini.
“Saya terharu dan senang karena keinginan saya adalah cerita ini dapat dipahami dan dinikmati banyak orang, melihat sekarang banyak yang kurang suka membaca. Saat saya mempresentasikan projek rekonstruksi saya, Monica, ketua peminatan Music Therapy tertarik menampilkannya di acara musik terapi ini karena menurutnya cerita ini punya nilai yang bagus,” ujar beliau.
Konser darama musikal ini diselenggarakan pada 2 Maret 2019 di @america, Pasific Place Mall, Jakarta Selatan. dibagi menjadi 2 sesi dengan melibatkan mahasiswa peminatan Musik Terapi dan peminatan lain di bawah CoM UPH sebagai pemain musik dan juga pelaku drama.
Dari sisi Conservatory of Music Tia Iskandar, dosen CoM UPH menjelaskan bahwa konser musik ini ingin agar semua orang tanpa terkecuali anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati konser. Tidak hanya itu, acara ini diharapkan dapat menjadi media untuk memperkenalkan budaya Indonesia.
“Background music yang dipakai dalam konser ini juga ada berasal dari lagu daerah sehingga publik yang hadir semakin kenal musik daerah. Namun tetap kita menggabungkan genre musik lainnya. Ini sengaja kita lakukan untuk mencari balance supaya tidak ada tembok di dalam musik karena musik tidak ada batasnya, baik dari jenisnya, cara bermainnya, maupun penikmatnya,” tambah Tia.
Secara khusus konser drama musikal dengan pendekatan Music Theraphy ini diharapkan dapat menjadi media yang efektif bagi orang-orang yang berkebutuhan khusus untuk mendapat pengalaman menikmati konser musik dengan nilai-nilai positif, seperti orang lain pada umumnya. Hingga kedepannya semua orang tanpa terkecuali dapat semakin dekat, cinta, dan tertarik dengan musik. Bahkan bisa semakin memahami manfaat dari Music Therapy itu sendiri.