Music Therapy Day: Sensory-Friendly Concert “Nilam si Pelaut” dan Seminar Terapi Musi.

JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Terapi Musik Sedunia, Peminatan Terapi Musik UPH menyelenggarakan Sensory-Friendly Concert “Nilam si Pelaut” dan seminar mengenai terapi musik pada Sabtu 2 Maret 2019 di @america, Pacific Place Mall, Jakarta Selatan. Melalui konser ini Conservatory of Music (CoM) UPH yang juga membuka program peminatan Terapi Musik ingin berbagi dengan orang-orang berkebutuhan khusus lewat musik dan mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam bermusik.
“Selain untuk memperkenalkan terapi musik ke masyarakat Indonesia, tujuan kami juga untuk memberi kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus yang biasanya sulit mendapat akses menonton konser. Kami merasa bahwa mereka berhak mendapatkan musik, bukan hanya mendengarkan, tapi juga turut ambil bagian dalam konser ini,” papar Monica Subiantoro, Ketua Peminatan Terapi Musik CoM UPH.
Mengenai hal ini, Tia Iskandar yang juga merupakan dosen CoM UPH memaparkan hal yang sama.
“Menurut saya, semua orang berhak mendapatkan musik dan mempunyai kesempatan menikmati konser live senatural mungkin. Masalahnya banyak format konser konvensional yang tidak cocok dengan situasi sekarang, khususnya untuk yang berkebutuhan khusus. 80% orang tua yang anaknya berkebutuhan khusus tidak mau membawa anaknya ke konser klasik, padahal naturally semua orang bisa enjoy musik dengan gerakan. Karena itu kami mencoba memfasilitasi konser untuk semua kalangan supaya mereka bisa menikmati musik dengan natural, karena menurut saya music is part of everyone’s life,” ujar Tia.
Konser yang dihadiri oleh sekitar 268 orang ini dikemas dalam bentuk setengah drama musikal dengan mengangkat cerita rakyat ‘Malin Kundang’ yang direkonstruksi ulang menjadi ‘Nilam Kandung’. Mengangkat judul ‘Nilam si Pelaut’, cerita ini merupakan hasil rekonstruksi cerita yang dibuat oleh Dr. Clara Evi Citraningtyas, dosen Fakultas Liberal Arts UPH sekaligus penulis buku.
“Jika cerita aslinya Malin dikutuk, di cerita ini Nilam dimaafkan. Dasarnya adalah kita tidak ingin memupuk budaya “mata ganti mata” karena berdasarkan riset S3 saya, kebanyakan cerita rakyat Indonesia menggunakan prinsip itu, dan saat dibacakan pada anak-anak, efeknya kurang baik,” jelas Dr. Clara.
Sensory-Friendly Concert sendiri merupakan proyek penelitian S2 dari Tia Iskandar. Sebelumnya konser serupa pernah diselenggarkan pada tahun 2017 di UPH. Tia bersyukur karena konser ini berlangsung dengan lancar dan sukses menyentuh hati para penonton baik karena cerita juga musiknya.
Setelah konser usai, diadakan seminar tentang terapi musik dengan beberapa pembicara yang merupakan terapis musik dari Indonesia, yaitu Jessica Hariwijaya dan Irene Felicia Simajuntak, serta Karen Wacks dan Laura Sekarputri dari Berklee College of Music, USA. Monica Subiantoro sendiri menjadi moderator acara tersebut.
CoM UPH berharap baik melalui konser maupun seminar pengenalan Terapi Musik ini dapat memberikan dampak positif pada para penonton dan seluruh masyarakat Indonesia.
“Saya berharap semua keluarga yang hadir dapat menikmatinya. Terharu dengan respon keluarga yang berterima kasih karena diadakannya acara ini. yang menunjukkan betapa berartinya kesempatan ini bagi mereka,” ujar Monica. Dalam mengembangkan Terapi Musik di Indonesia, Monica menyampaikan bahwa “Penelitian perlu ditingkatkan lagi supaya bukti yang disajkan lebih banyak sehingga disiplin ini dapat lebih diterima. Kerja sama orang tua juga penting karena tidak mungkin kita sendiri maju kalau orang tua tidak membuka diri dan bekerja sama”. (wm)